Rabu, 17 November 2010 0 komentar

Penduduk Gunung Merapi


Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten SlemanDaerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.
Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali.Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak sekitar 27 km dari puncaknya, dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m dan hanya 4 km jauhnya dari puncak. Oleh karena tingkat kepentingannya ini, Merapi menjadi salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade Ini (Decade Volcanoes).
Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terletak di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasikarena aktivitas vulkanik tinggi. Puncak ini tumbuh di sisi barat daya puncak Gunung Batulawang yang lebih tua.
Pembentukan Gunung Merapi telah dipelajari dan dipublikasi sejak 1989 dan seterusnya. Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan Merapi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah Pra-Merapi (sampai 400.000 tahun yang lalu), yaitu Gunung Bibi yang bagiannya masih dapat dilihat di sisi timur puncak Merapi. Tahap Merapi Tua terjadi ketika Merapi mulai terbentuk namun belum berbentuk kerucut (60.000 - 8000 tahun lalu). Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan di bagian selatan, yang terbentuk dari lava basaltik. Selanjutnya adalah Merapi Pertengahan (8000 - 2000 tahun lalu), ditandai dengan terbentuknya puncak-puncak tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan Batulawang, yang tersusun dari lava andesit. Proses pembentukan pada masa ini ditandai dengan aliran lava, breksiasi lava, dan awan panas. Aktivitas Merapi telah bersifat letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan runtuhan material ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di lereng barat. Kawah Pasarbubar atau Pasarbubrah diperkirakan terbentuk pada masa ini. Puncak Merapi yang sekarang, Puncak Anyar, baru mulai terbentuk sekitar 2000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, diketahui terjadi beberapa kali letusan eksplosif dengan VEI 4 berdasarkan pengamatan lapisan tefra.
Karakteristik letusan sejak 1953 adalah desakan lava ke puncak kawah disertai dengan keruntuhan kubah lava secara periodik dan pembentukan awan panas (nuée ardente) yang dapat meluncur di lereng gunung atau vertikal ke atas. Letusan tipe Merapi ini secara umum tidak mengeluarkan suara ledakan tetapi desisan. Kubah puncak yang ada sampai 2010 adalah hasil proses yang berlangsung sejak letusan gas 1969.
Dalam proyek kerja sama dengan Pusat Vulkanologi Indonesia (PVMBG), ahli geologi Pusat Penelitian Kebumian di PotsdamJerman, mendeteksi adanya ruang raksasa di bawah Merapi berisi material seperti lumpur yang secara "signifikan menghambat gelombang getaran gempa bumi". Para ilmuwan memperkirakan material itu adalah magma.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat di tahun 1006178618221872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu, berdasarkan pengamatan timbunan debu vulkanik. Ahli geologi Belanda, van Bemmelen, berteori bahwa letusan tersebut menyebabkan pusat Kerajaan Medang (Mataram Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur. Letusan pada tahun 1872 dianggap sebagai letusan terkuat dalam catatan geologi modern dengan skala VEI mencapai 3 sampai 4. Letusan terbaru, 2010, diperkirakan juga memiliki kekuatan yang mendekati atau sama. Letusan tahun 1930, yang menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang, merupakan letusan dengan catatan korban terbesar hingga sekarang.
Letusan bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus. Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan sempat menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena terjangan awan panas. Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar selama 100 tahun terakhir, mengancam 32 desa dan memakan korban nyawa lebih daripada 100 orang (angka masih dapat berubah), meskipun pengamatan terhadap Merapi telah sangat intensif dan manajemen pengungsian telah berfungsi relatif baik. Letusan ini juga teramati sebagai penyimpangan karena bersifat eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20-30 km.
Gunung ini dimonitor non-stop oleh Pusat Pengamatan Gunung Merapi di Kota Yogyakarta, dibantu dengan berbagai instrumen geofisika telemetri di sekitar puncak gunung serta sejumlah pos pengamatan visual dan pencatat kegempaan di Ngepos, Srumbung, Babadan, dan Kaliurang.
Gunung Merapi di bagian puncak tidak pernah ditumbuhi vegetasi karena aktivitas yang tinggi. Jenis tumbuhan di bagian teratas bertipe alpina khas pegunungan Jawa, sepertiRhododendron dan edeweis jawa. Agak ke bawah terdapat hutan bambu dan tetumbuhan pegunungan tropika.
Lereng Merapi, khususnya di bawah 1.000 m, merupakan tempat asal dua kultivar salak unggul nasional, yaitu salak 'Pondoh' dan 'Nglumut'.
Indonesia memang indah karena banyak gunung, pantai, kebudayaan nya yang masih kental. Penduduk Indonesia tidak semua yang mampu untuk tinggal didaerah perkotaan, dan perkotaan pun tidak mampu untuk menampung banyaknya penduduk indonesia yang banyak sekali. Seharusnya indonesia mampu, tapi karena sumber daya alam, dan manusia kurang memadai, jadi penduduk indonesia masih digolongkan miskin.
tak heran, banyak penduduk yang masih tinggal di pedesaan seperti daerah lereng, daerah pantai. Dan tak diherankan juga kalau penduduk yang tinggal di sana, menerima pendidikannya kurang.
Seperti contoh warga yang ada di kaki gunung merapi, memang pada tahun 2006 merapi pernah meletus, tapi tidak berbahaya seperti yang kali ini. Dan memang saat itu Mbah Maridjan sebagai juru kunci merapi mampu untuk memprediksi kalau letusannya tidak akan begitu parah.
Lalu saat ini, banyak dari masyarakat di kaki gunung percaya dengan Mbah Maridjan, untuk tetap tinggal di rumah nya. Apa yang terjadi? Gunung merapi itu mampu untuk menewaskan 25 orang termasuk mbah maridjan, mereka percaya mbah maridjan benar, dan memilih untuk tinggal. Siapa yang tahu gunung itu kapan meletusnya? bukan saya, kamu, atau mbah maridjan, tapi Tuhan yang tahu. memang, tanda-tanda merapi akan meletus tidak seperti biasanya. geterannya tidak jelas, tapi langsung besar, kegiatan gunung pun tidak mampu menjelaskan kalau akan meletus, tapi, peneliti gunung sudah menetapkan ancaman untuk awas, karena merapi memang sudah memasuki keadaan yang parah.
karena kurang nya pendidikan, penduduk tetap mempercayai Mbah Maridjan. Memang satu sisi Mbah Maridjan itu baik, sebagai abdi dalem, mbah maridjan ingin tetap mengabdi, tapi yang disayangkan adalah pemikiran penduduk masih terlalu dangkal untuk mencerna kata-kata pengawas gunung.
Dan sekarang merapi masih terus meletus.
berdasarkan narasumber, alasan mereka enggan mengungsi adalah :
1. sebelum mbah maridjan meninggal, mereka setia menemani mbah maridjan di gunung.
2. mereka takut bila mereka mengungsi nanti, tidak ada yang mengurus ladang, sawah dan ternak mereka                         sementara pemerintah tidak menjanjikan ganti rugi apapun.
3. tempat pengungsian tidak senyaman di rumah mereka masing-masing. 
alasan lainnya adalah ketidakefektivitasnya pemberitahuan dari pemerintah. ini juga tidak lepas dari kesalahan para warga di sana. contohnya saat peristiwa yang terjadi di daerah yogyakarta kemarin. saat itu status Gunung Merapi ditingkatkan menjadi awas setelah penggembungan yang lebih cepat dan lebih besar daripada sehari sebelumnya, perintah yang keluar terhadap warga adalah pengungsian. Namun, meninggalnya puluhan warga ketika gunung berapi itu meletus menunjukkan bahwa perintah untuk meninggalkan rumah tidak didengar dan diikuti oleh sebagian besar warga di Gunung Merapi.
Sejumlah warga yang sempat diwawancarai oleh BBC Indonesia dan media lain dikutip mengatakan mereka sedang melakukan aktivitas sehari-hari ketika letusan terjadi, sementara alasan mereka tidak mengungsi meski telah mendapat peringatan adalah tidak percaya peringatan itu akan terjadi karena pada tahun 2006 tidak terjadi letusan padahal mereka sudah mengungsi. Alasan sebagian warga lereng Merapi tidak bersedia dievakuasi meski status gunung tersebut sudah meningkat menjadi “Awas” karena mereka meyakini belum mendapat perintah mengungsi dari Kiai Petruk, sebagai penguasa gunung Merapi.
Mitos tersebut hingga kini begitu diyakini penduduk lereng Merapi, sehingga mereka memilih bertahan di desanya sebelum mendapat perintah dari Kiai Petruk .
Keyakinan penduduk lereng merapi inilah yang menyulut ketegangan dengan petugas evakuasi . Tetapi petugas evakusi berjanji akan memaksa warga untuk segera mengungsi bila kondisi Merapi semakin gawat .
Selain menggunakan pendekatan kepada warga, Pemkab Boyolali juga akan mengevakuasi paksa jika warga tetap bersikeras . Saat ini, selain menyiapkan tenda di Lapangan Selo, tim evakuasi juga telah memasang papan petunjuk arah di jalur evakluasi.
Hal tersebut merupakan antisipasi jika Merapi meletus, warga pun bisa cepat tiba di pengungsian. Sekitar tujuh ribu warga di tiga desa di kaki Gunung Merapi, menolak dievakuasi ke pengungsian.
Tiga desa tersebut adalah Desa Jrakah, Desa Telogo Lele, dan Desa Klakah. Sampai saat ini, baru ada sekitar 2.000 warga dari Desa Kemiren dan Kaliurang, kecamatan Srumbung, Magelang, yang telah bersedia meninggalkan rumah mereka yang berjarak sekitar 7 kilometer dari puncak Merapi . Semoga saja, penduduk tidak “nakal” lagi jika diminta untuk evakuasi ke tempat yang jauh dari merapi.
 
;